BUKAN WAKTU YANG MENYEMBUHKAN TAPI WAKTU YANG MEMBERIKAN JAWABAN


Pelajaran move on ternyata tidak akan pernah berhenti. Move on bukan perkara saat sudah selesai memaafkan tapi sebuah proses pembelajaran yang selalu ada. Saat ini aku masih menikmati proses melanjutkan hidup setelah melalui fase menerima dan memaafkan.

Fase ini terbilang cukup berani, karena saat Tuhan mengijinkanku melanjutkan perjalanan hidupku, aku memilih untuk melalui prosesnya dengan santai dan penuh kehati-hatian. Bahkan aku sempat memintaNya untuk membuatku menikmati setiap langkahku dan meminta kesempatan untuk senantiasa diberikanNya waktu untuk berhenti kapan saja. Sampai akhirnya aku memilih mengambil jeda waktu sejenak untuk beristirahat menikmati angin di pinggir pantai ini.

Waktu Tuhan memang tidak terduga. Saat di sela jeda istirahatku, aku melihat dia dari jauh, tersenyum. Wah ramah sekali dia pikirku saat itu. Mendadak saat aku mencoba fokus kembali pada istirahatku dan sedang duduk tenang di pinggir pantai mencoba menikmati angin sepoi sore hari sebelum akhirnya melanjutkan langkahku, ada tangan yang menyentuh pundakku dan suara berat yang mengajakku berbincang. Dia datang dan bersedia membagi waktunya untuk duduk di sampingku berbincang. Perbincangan kami cukup seru sampai aku terbawa suasana. Cukup lama aku terbawa suasana. Sampai akhirnya dia terdiam dan aku hanya bisa terdiam kembali. Saat aku mencoba mengajukan pertanyaan dan pernyataan kepadanya. Dia jawab dengan ramah dan penuh tawa (bahkan pertemuan singkat ini kami sempat-sempatnya bercanda dan tertawa bersama).

Umurnya beda 2 tahun denganku. Dia sudah menyelesaikan kuliah magisternya dan bahkan sudah punya jabatan cukup di salah satu perusahaan cukup besar di Jakarta. Pembicaraan kami pun mencair sampai kemudian saat dia mengajukan pertanyaan dan pernyataan padaku dan aku terdiam sejenak lalu tersadar mungkin aku terlalu terbawa suasana, seketika aku menjawab pendek kemudian tersenyum dan berhenti serta mencoba membuang mukaku. Seakan tahu apa yang aku mau, dia pun memberi jeda itu padaku. Kami terdiam cukup lama sampai akhirnya aku meminta maaf karena harus pergi dan berpamitan untuk kembali melanjutkan langkahku. Saat itu dia mengijinkanku dan berterima kasih padaku karena sudah memberikannya waktu. Wah luar biasa sekali pria ini, pikirku saat itu. You are a nice man, it is just me not you. You just too good to be true.

Aku berusaha terus berjalan dan memandang maju ke depan, tanpa menengok ke belakang. Jauh di dalam hatiku, aku penuh tanya saat itu. Apakah ini benar? Apakah dia masih ada di sana? Apakah dia masih melihatku yang berjalan menjauh ini? Aku tidak mau menyakiti siapapun, bahkan mungkin sebenarnya aku yang tidak mau atau takut disakiti sekali lagi. Aku mencoba jujur pada diri sendiri bahwa meskipun aku memang menikmati waktu bersamanya tapi jauh di dalam diri ini masih takut untuk memulai. Ketika aku melanjutkan langkahku, angin yang berhembus kali ini terasa berbeda. Lebih hangat dan terasa sampai di dalam tubuh bahkan sampai buat aku merinding.

Saat ini, yang aku butuhkan bukan melawan hembusan angin ini, tapi membiarkannya berlalu dan menerimanya masuk melalui sela-sela tubuhku. Sambil menutup mata dan meyakinkan diriku kalau aku sudah siap. Karena aku percaya, Tuhan sedang bekerja menata satu persatu dalam hidupku sampai akhirnya aku bersedia membuka hatiku kembali untuk menerima yang datang dan melepaskan yang pergi.

Tuhan, bolehkah aku membukanya kembali? Sudah siapkah aku? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Apakah kalau aku kembali ke pantai ini dalam satu putaran lagi aku bisa kembali bertemu dengan dia di sana? Semoga.

Untuk dia yang terlalu sempurna dan indah terima kasih telah mengajarkanku arti kenyamanan sekali lagi. Semoga Tuhan pertemukan kita di tempat dan kondisi yang berbeda.

Popular Post

MY BIGGEST DREAM

HOTEL MURAH - Daftar Hotel di bawah 100 Ribu di Jogja / Yogyakarta